Total Tayangan Halaman

5,585

Senin, 28 November 2011

Filsafat Ilmu Pengetahuan dan Implementasinya di Perguruan Tinggi

          
             Sesuai dengan harfiahnya, filsafat berasal dari kata philos dan sophos, yang artinya adalah cinta akan kebijaksanaan, berarti filsafat selalu menghantarkan kita untuk memahami realitas kehidupan dan bagaimana bertindak manusiawi ( actus hominis) dalam berhubungan dengan lingkungan sekitar. Cinta kebijaksanaan ini membuat kita senantiasa untuk terus mencari kebenaran. Dengan berfilsafat akan terbentuk suatu sistem berpikir atau cara berpikir yang terbuka , bukan seperti ilmu yang terfokus pada suatu objek studi. Kebenaran dalam filsafat berobyekan totalitas, yang dikaitkan dengan pemahaman lain seperti ketuhanan, kebaikan, kebijaksanaan dan lain-lain.  Oleh karena itu, filsafat merupakan interdisipliner ilmu. Ilmu pengetahuan dilihat sebagai suatu disiplin filsafat, yang membuat ilmu pengetahuan itu terus dikaji untuk dicari kebenarannya dan refleksi tersebut sangat penting untuk perkembangan manusia dan membuat manusia untuk lebih bijaksana dan manusiawi. Ilmu filsafat selalu diberikan di setiap jenjang perguruan tinggi, karena dengan mempelajari filsafat diharapkan mahasiswa dapat berpikir komprehensif yaitu berpikir secara menyeluruh dan radikal dalam membangun pengetahuan, sehingga dia akan bersikap dinamis dan terbuka terhadap lingkungan ( perkembangan) IPTEK yang akan membuat pengetahuannya menjadi luas.
 Kendati filsafat dikatakan sebagai ilmu, namun filsafat berbeda dengan ilmu pengetahuan lainnya. Setiap ilmu pengetahuan mempunyai obyek tersendiri dan metode pendekatan khusus sesuai dengan ciri ilmu dan tujuan yang mau dicapai ilmu bersangkutan, dan apabila tujuan dari suatu ilmu sudah tercapai, maka ilmu itu akan berhenti disana. Oleh karena itu ilmu yang satu berbeda dengan ilmu lainnya.  Sedangkan filsafat bersifat totalitas atau menggali secara radikal dan menyeluruh terhadap suatu obyek, sehingga hakikatnya akan bertanya terus menerus dan senantiasa memperdalam ketidak tahuan.
            Salah satu cabang filsafat adalah epistemologi ( teori pengetahuan), yang berasal dari bahasa yunani, episteme dan logos yang berarti ilmu atau studi tentang pengetahuan. Epistemologi ini beranjak dari pertanyaan dasar yaitu apa yang saya ketahui. Dari pertanyaan tersebut membuat manusia selalu berpikir dan mencari tahu kebenaran. Berpikir sebagai actus humanus yang membuat kita memiliki banyak pengetahuan tentang realitas kehidupan. Sesuai dengan hakikat manusia yang selalu ingin mengetahui, ini dapat dilihat dari pengalaman hidup kita, dimana kita punya dua alasan untuk mengetahui yaitu hanya untuk sekedar tahu sebagai kepuasan pribadi dan mengetahui untuk diterapkan di kehidupan sehari-hari. Sehingga dari pengalaman mencari tahu tersebut muncullah pengetahuan, untuk memperoleh pengetahuan itulah manusia berpikir terus menerus dan  tidak pernah puas mencari kebenaran. Oleh karena itu segala hasil pengetahuan selalu bersifat sementara dan terbuka.
            Pengetahuan berdasarkan obyek, dibagi menjadi 2 yaitu : pengetahuan ilmiah dan non ilmiah. Pengetahuan ilmiah adalah pengetahuan yang diperoleh dengan metode ilmiah, lebih sistematis dan diorganisasi secara prosedural sedemikian rupa sehingga teruji validitas kebenaran ilmiahnya dan dapat dipertanggung jawabkan, sedangkan pengetahuan non ilmiah adalah pengetahuan pra ilmiah berupa hasil serapan inderawi yang sadar diperoleh yang terkadang merupakan perpaduan dengan hasil pemikiran secara akali, serta berasal dari luar kesadaran seperti intuisi, wangsit, atau wahyu (oleh nabi).
            Bagaimana kita mengetahui secara pasti tentang sesuatu? Hal ini berawal dari pandangan skeptisme yang selalu meragukan segala sesuatu dan bahwa pengetahuan itu sulit dicapai. Paham ini sudah berkembang sejak zaman yunani kuno dan dijawab secara berbeda oleh beberapa aliran seperti rasionalisme, empirisme, kritisisme, positivisme dan bagaimana pengetahuan dapat ditemukan melalui metode-metode ilmiah yang diterapkan. Rasionalisme sering dikenal dengan nama filsafat kontinental, dengan beberapa tokoh penting yaitu Plato, Descartes, Spinoza dan Leibniz. Rasionalisme beranggapan bahwa pengetahuan yang benar mengandalkan akal. Empirisme (tokoh-tokohnya: John Locke, David Hume, William James, dsb) berpendapat bahwa sumber pengetahuan satu-satunya adalah pengalaman dan pengamatan inderawi. Kritisisme merupakan sintesa dari kedua pandangan di atas, yang dipelopori oleh Aristoteles dan Immanuel Kant, yang beranggapan bahwa dalam rasionalis dan empiris saling berkaitan dan mempunyai tempat dan porsi yang cocok dalam menciptakan akal budi. Sedangkan positivisme oleh August Comte bahwa segala sesuatu diketahui secara positif yaitu berupa semua gejala yang tampak, sehingga paham ini menolak metafisika.
            Paham ini kemudian berkembang dan muncullah filsafat ilmu baru dengan tokoh-tokohnya Thomas S. Kuhn, Paul Feyerbend, Ros Palter, N.R. Haison, Imre Lakatos, dll. Pandangannya lebih kurang sama, yang membedakannya adalah paham baru lebih menekankan perhatian besar pada sejarah ilmu dan peranannya dalam mengkonstruksikan wajah ilmu pengetahuan dan kegiatan ilmiah yang terjadi.
            Setiap pengetahuan selalu mengandung kebenaran, dimana suatu kebenaran tersebut harus dicari kepastian atau kesahihan kebenarannya. Kita ketahui bahwa ada dua macam kebenaran yaitu kebenaran empiris dan logis, dimana ada tiga sifat dasar kebenaran ilmiah; pertama, struktur kebenaran ilmiah bersifat rasional-logis tau dapat dipahami dengan baik oleh akal budi, kedua harus berisi empiris artinya harus diuji dengan kenyataan yang ada, dan ketiga, sifat pragmatis yang menggabungkan dua sifat kebenaran di atas serta dapat berguna dalam memecahkan permasalahan.
            Perkembangan ilmu selalu berlanjut sesuai dengan perkembangan zaman. Hal ini disebabkan rasa ingin tahu manusia yang besar dan juga karena alam yang dinamis dan selalu berubah. Semua perkembangan ini juga mempengaruhi perkembangan teknologi dan berbagai aspek dalam kehidupan manusia dan mendatangkan efek-efek baru, contohnya pada era globalisasi saat ini. Jika manusia tidak berpikir dinamis kemungkinan dia akan tertinggal, tetapi jika dia berpikir untuk terus maju dan komprehensi maka akan terciptalah actus hominis.
            Oleh karena itu filsafat selalu diajarkan dalam setiap jenjang perguruan tinggi, agar  merangsang mahasiswa untuk berpikir kritis dan dinamis dalam membentuk pengetahuannya. Pada pendidikan kedokteran, hakikat filsafat harus mendasar disetiap civitas akademis, sesuai dengan semboyan bahwa seorang dokter harus belajar sepanjang hayat. Hal ini semakin terasah melalui kurikulum berbasis kompetensi Problem Based Learning sekarang ini, mahasiswa berperan aktif dalam membentuk pengetahuannya. Melalui tutorial, mahasiswa dirangsang dan dimotivasi untuk terus mencari jawaban dari masalah yang didiskusikan dengan mengkajinya dari beberapa sumber atau referensi yang sahih untuk mendapatkan kebenaran dari jawaban itu. Dari proses tidak tahu kemudian mencari tahu dengan membuktikannya secara empiris dan rasional sesuai dengan pendekatan evidence based medicine, sehingga tercipta civitas akademis ilmiah.
            Pengetahuan yang didapat seharusnya tidak tertutup pada satu obyek saja, tetapi terbuka dan menyeluruh dengan ilmu lainnya, sehingga dalam pembelajaran Problem Based Learning ini dilakukan secara terintegrasi. Disiplin ilmu yang ada diintegrasikan dengan disiplin ilmu yang ada dan diimbangi dengan soft skill sehingga di dapat seorang dokter yang yang berorientasi komunitas. Bukan hanya menjadi dokter yang paham ilmu kedokteran saja tetapi juga dokter yang memiliki moral dan etika.
            Filsafat juga ditanamkan pada mahasiswa untuk melakukan penelitian dalam bidang ilmunya. Dengan penelitian, mahasiswa akan mencari kebenaran dengan metode ilmiah, sistematis, sesuai prosedur dan tata tertib, sehingga dapat mengkaji kesahihan atau kepastian dari suatu hipotesa atau dugaan penelitian tersebut. Kemudian mengemukakan hasil penelitian tersebut untuk dipublikasikan dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
            Oleh karena itu, dengan mengimplementasikan filsafat dalam pendidikan akan mematangkan pandangan dan pola pikir civitas akademis, terutama mahasiswa sehingga akan mengarahkan mahasiswa kepada pola tingkah laku (actus hominis) dan berpandangan ilmiah, beretika yang benar, sebagai usaha untuk menciptakan masyarakat dunia yang manusiawi.

Daftar Pustaka :
1.      Kebung K. Filsafat ilmu pengetahuan. Prestasi pustaka.2010. p 1-320
2.      Giere R. Scientific Models in Philosophy of Science, University of Pittsburgh Press (2009). p 211-212
3.      Nasiwan. Filsafat Ilmu. Fakultas Ilmu Sosial dan Ekonomi Universitas Negeri Yogyakarta. 2010
4.      Liza. Pengantar Filsafat dan Ilmu. 2006. p 1-25
5.      Maulana I. Pengetahuan Lokal dalam Epistemologi Relasional : Kajian Filsafat Kebudayaan. Volume 21. 2007. p 1-9

2 komentar:

  1. Bagus juga nih tulisan^^ numpang link yooo :

    http://harianking.blogspot.com/

    BalasHapus
  2. terima kasih..
    salam kenal. semoga bsa berbagi ilmu.. :)

    BalasHapus